Oleh : Dr. Salamia, M.Si (IRo-Society Balikpapan – Guru Matematika MTsN 1 Balikpapan)
Editor: Muhammad Ridhuan

MITOS matematika adalah keyakinan keliru tentang matematika yang diyakini banyak orang, seperti anggapan bahwa matematika hanya untuk orang pintar, sekadar hafalan rumus, tidak relevan dengan kehidupan, dan hanya cocok untuk laki-laki. Mitos ini menciptakan rasa takut dan persepsi negatif terhadap matematika.
Untuk mengubah pemahaman ini, elemen masyarakat seperti para pendidik dan pegiat matematika perlu bersinergi dan harus mengeksplorasi solusi yang realistis dengan pendekatan menyeluruh dan berkelanjutan agar stigma negatif ini tidak diwariskan dari generasi ke generasi. Beberapa alternatif solusinya disampaikan berikut ini.
Konsep dan Value dalam Matematika: Matematika memungkinkan manusia mengambil keputusan berdasarkan data, logika, dan angka. Konsep dasarnya mencakup bilangan, operasi hitung, aljabar, dan geometri yang menjadi dasar pemikiran ilmiah. Nilai-nilai (value) dalam matematika melatih berpikir kritis, logis, analitis, sistematis, dan kreatif, serta membentuk karakter murid yang cermat, teliti, dan konsisten.
Dengan pemahaman konsep yang kuat, seseorang dapat menerapkannya di bidang sains, ekonomi, dan teknologi, menjadikan matematika sebagai alat berpikir, bukan sekadar hitungan. Nilai-nilainya juga menumbuhkan kebiasaan belajar positif, seperti ketekunan, kejujuran, dan tanggung jawab. Karena itu, pendidikan matematika harus menanamkannya sejak dini sebagai bagian dari pembentukan karakter.
Sosialisasi Peran Matematika dalam Kehidupan: Matematika berperan luas dalam kehidupan, dari aktivitas harian hingga bidang profesional. Dalam keseharian, digunakan untuk mengatur waktu, belanja, mengukur bahan makanan, dan membuat keputusan keuangan. Di dunia kerja, matematika menjadi alat analisis di bidang kesehatan, teknik, sains, dan bisnis.
Namun, kesadaran masyarakat masih rendah karena matematika sering diajarkan secara abstrak. Oleh karena itu, perlu sosialisasi aplikasi nyata matematika melalui media, kurikulum kontekstual, dan pembelajaran berbasis masalah. Nilai-nilainya, seperti ketelitian, ketekunan, dan tanggung jawab, membentuk karakter positif yang perlu ditanamkan sejak dini di sekolah dan keluarga.
Mengatasi Ketakutan dan Kecemasan terhadap Matematika: Ketakutan dan kecemasan terhadap matematika (mathematics anxiety) umum terjadi di berbagai jenjang pendidikan. Rasa takut, gugup, dan cemas ini membuat murid enggan belajar dan menurunkan prestasi. Penyebabnya dapat berupa pengalaman negatif, seperti gagal ujian atau sikap guru yang tidak ramah, ditambah pembelajaran yang hanya fokus pada hasil.
Tekanan sosial seperti perbandingan antar murid atau ekspektasi orang tua juga memperparah kecemasan. Karena itu, guru perlu memberikan bimbingan yang konsisten dan menghargai proses belajar. Dukungan emosional dari orang tua, serta ruang untuk salah dan belajar dari kegagalan, sangat penting untuk membangun kepercayaan diri murid.Mengutamakan Proses daripada Hasil: Pembelajaran matematika seharusnya menekankan proses berpikir dan eksplorasi, bukan sekadar hasil akhir. Proses ini melatih murid berpikir kritis, menganalisis, dan mencoba berbagai pendekatan. Kesalahan adalah bagian dari belajar yang memperdalam pemahaman. Saat murid diberi ruang untuk mencoba dan belajar dari kesalahan, mereka menjadi lebih percaya diri dan termotivasi.
Fokus pada proses juga membantu murid mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata. Pendidik (guru matematika) perlu memberi ruang untuk diskusi, eksperimen, dan refleksi. Penilaian harus mempertimbangkan cara berpikir, bukan hanya jawaban. Pendekatan ini menciptakan pembelajaran yang bermakna dan membentuk murid yang logis dan kreatif.
Pendidikan Matematika yang Menarik dan Relevan: Pendidikan matematika di sekolah perlu dirancang lebih menarik dan menyenangkan. Pendidik dapat menerapkan pendekatan kontekstual, permainan, teknologi interaktif, atau proyek nyata yang relevan. Rancangan pembelajaran seperti ini dapt membuat murid lebih terlibat dan mengurangi rasa takut terhadap matematika. Pembelajaran yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi dan mendorong eksplorasi mandiri.
Pembelajaran berbasis masalah juga dapat memperdalam pemahaman konsep. Pendidik berperan penting menciptakan suasana belajar yang aman dan positif. Mereka harus menjadi fasilitator yang sabar dan kreatif. Fokus pada proses, bukan hanya nilai akhir, membantu murid menikmati belajar. Karena itu, pelatihan untuk para pendidik perlu terus ditingkatkan agar lebih adaptif dan inovatif.
Mendorong Keberanian untuk Mencoba: Keberhasilan belajar matematika dimulai dari keberanian mencoba. Murid perlu dibiasakan untuk tidak takut salah dan terus mencoba hingga berhasil. Pendidik sebaiknya memberi penguatan positif atas usaha, bukan hanya hasil. Pendekatan ini membuat murid merasa aman secara emosional dan berani mengeksplorasi. Lingkungan belajar yang suportif akan mendorong keberanian menyelesaikan soal-soal sulit.
Sikap ini juga membentuk kebiasaan berpikir mandiri dan aktif mencari solusi. Pendidik harus menjadi contoh bahwa belajar matematika adalah proses bertahap dan penuh eksplorasi. Kesalahan adalah bagian wajar dari belajar. Dengan pemahaman ini, murid lebih termotivasi dan tidak menganggap matematika sebagai momok.
Menyediakan Sumber Belajar yang Mendukung: Sumber belajar yang menarik dan tepat sangat penting untuk mendukung pemahaman matematika. Buku, video, aplikasi interaktif, dan tutorial daring membantu murid memperluas wawasan di luar kelas. Materi ajar yang variatif memudahkan murid belajar mandiri dan kreatif. Pendidik perlu menyesuaikan sumber belajar dengan kebutuhan murid. Teknologi juga efektif meningkatkan keterlibatan belajar. Materi yang kontekstual dan aplikatif menunjukkan relevansi matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menumbuhkan minat murid.
Oleh karena itu, pengembangan sumber belajar berkualitas harus menjadi prioritas. Dengan pendekatan tepat, mitos matematika dapat dikikis dan literasi matematika generasi mendatang bisa dibangun bersama.
Solusi untuk meruntuhkan mitos matematika membutuhkan strategi yang menyeluruh dan dukungan berbagai pihak. Pendidik, orang tua, pegiat matematika, dan masyarakat harus bekerja sama untuk membangun persepsi positif terhadap matematika. Pemahaman akan konsep, nilai, dan relevansi matematika harus ditanamkan sejak dini. Pendidikan matematika yang inspiratif dapat menumbuhkan minat, rasa percaya diri, dan motivasi belajar murid.
Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa matematika bukan hanya alat hitung, tetapi fondasi berpikir logis dan kritis dalam menghadapi kehidupan. Jika murid mencintai matematika, rasa takut dan cemas akan menghilang, digantikan dengan antusiasme dan rasa ingin tahu. Dengan pendekatan yang tepat, mitos matematika bisa dikikis, dan generasi baru yang literat matematika akan terbentuk. Inilah tugas penting kita semua sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.
Sumber : https://kaltimpost.jawapos.com/opini/2386309734/meruntuhkan-mitos-matematika
admin : perpustakaan babul ilmi